Perindu Senja
di
Bumi Allah
Assalamu'alaikum..
Kepada Perindu Senja yang tak pernah ku tau rupa dan warnanya. Kepada species yang (pernah) selalu berhasil membuatku menjadi perempuan perasa. Membuatku (pernah) ketakutan salah baca.
Hari yang cukup berat. Ya. Berat karena masih banyak tumpukan rindu yang masih belum tau harus bagaimana aku menyembunyikannya. Menyembunyikan degupan jantung yang terus memompa aliran darah lebih cepat dari biasanya karena rindu. Ehm..
Senja hari ini cantik. Mentari sempurna menampakkan lingkaran penuh berjingga dengan langit bersemburat violet tipis hampir tak terlihat. Cantik. Ya. Selalu cantik. Hanya saja karena mungkin terlalu sibuk mengenang, aku tak sempat menatapnya. Senja selalu begitu, selalu terburu-buru.
Padahal, aku begitu ingin menatapnya lamat-lamat.
Padahal, aku begitu ingin menanyakan apa saja yang ingin ku tanyakan.
Padahal, aku begitu ingin menceritakan apa saja yang ingin ku ceritakan.
Nyatanya, sepotong kalimat sebuah film Surat dari Praha begitu mengendap dalam ingatanku, "Ketika waktu melahirkan rindu, dan kau hanya bisa menunggu.
Tidak ada yang bisa kau lakukan selain memeluknya dalam do'a. Menanti hingga nyali terakhirmu usai atau melepaskannya.."
Mungkin hanya itu yang dapat aku simpulkan. Hari ini, aku mengantuk, tapi tidak bisa tidur. Rindu ini membuatku berhari-hari tidur terlalu larut. Aku harus segera mengakhirinya. Semoga esok lusa akan segera kembali seperti semula. Atau setidaknya tumpukan rindu ini berkurang sedikit. Hanya sedikit saja. Rindu ini sangat menganggu.
Ini kelewatan, aku harus segera mengakhirinya. Ini sudah terlalu larut, waktunya untuk tidur dan melanjutkan siklus kehidupan dengan baik. Aku harus terus belajar menata hati. Aku harus mengendalikan semua rasa yang berlebihan ini.
Selamat malam, Senja. Jangan pernah berhenti menjadi species dengan versi terbaikmu. Semoga Allah selalu merahmatimu dan orang-orang yang melengkapi dongeng milikmu..
Aku,
Virda Asy-Syifa'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar