Daun

Kamis, 28 September 2017

Bulan-bulanan Hujan

Surabaya, 27 September 2017
Teruntuk,
Perindu Senja
di
Bumi Allah


Assalamu'alaikum..
Kepada Perindu Senja yang tak pernah ku tau rupa dan warnanya. Kepada species yang (pernah) selalu berhasil membuatku menjadi perempuan perasa. Membuatku (pernah) ketakutan salah baca.


Bagaimana harimu di bulan September Senja? Beberapa hari terakhir, nampaknya hujan yang lebih sering berkunjung di hamparan langit. Senang? Tentu saja. Aku memang suka hujan. Bukankah dirimu hafal betul. Ah, lupa aku, bagaimana mungkin kamu hafal tentangku, mengingatku selintas pun tidak penting. Hahaha


Aku harus menerima kenyataan pahit. Baiklah..



Aku hanya ingin berbagi cerita denganmu, sebentar saja. Mungkin 5 menit. Tentang hariku di Bulan September. Bulan dimana hujan pertama kalinya jatuh setelah berbulan-bulan tidak datang. Bulan dimana dadaku masih sering terasa pengap ketika malam datang, hingga baru jatuh tertidur waktu dini hari. Bulan dimana aku, tidak lagi sering menatap senja dari atas atap rumah. Hahaha. Bulan dimana aku jadi bulan-bulanan tumpukan perasaanku yang salah. Bulan yang ku kira adalah musim hujan, tapi ternyata aku salah, ini adalah musim rindu. Sungguh, aku pun tertawa sendiri menulis tulisan ini. Gemas dengan diriku sendiri. Kenapa jadi se-lebay ini. Hahaha


Bulan September kali ini, aku mendadak rajin bertamu di Toko Buku. Hahaha. Aku ke sana untuk mengadopsi buku-buku karya Om Tere Liye. Aku panik ketika membaca pengumuman dari Om Tere Liye kalau buku karyanya tidak dicetak lagi, dan akan dibiarkan habis secara alamiah yang perkiraan Desember buku-bukunya habis. Ah, aku jadi ingat bagaimana sok polosnya dirimu bertanya 'artinya Tere Liye' di kolom komentar. Aku jawab 'Untukmu'. Dirimu masih ngeyel, "Lah iya artinya apa?". Kujawab dengan jengkel, "Tere Liye artinya untukmu". Apalah, dirimu malah menghapus komentarmu. Hahaha Kenangan bersilam-silam.


Sejak saat itu, sepertinya dirimu mulai kepo dengan Tere Liye. Lalu, aku dan kamu mulai sering membahas Tere Liye. Entah. Tapi memang aku suka sekali dengan karya-karya Tere Liye. Yang berkali-kali membuatku masuk kedalam dunianya. Tertawa lepas, penasaran, terharu, hingga menangis tergugu. Bagaimana denganmu?


Hari ini, rasanya aku ingin bercerita banyak hal padamu. Ini dan itu. Menghabiskan semuanya. Hari-hari yang ku lewati di Bulan September kali ini aku menyibukkan diri dengan novel-novel Tere Liye. Terbahak sendiri. Tergugu sendiri. Aku ingin belajar bagaimana cara melepaskan seseorang yang memang tak ada pilihan lain selain melepaskan. Bagaimana cara agar tidak terasa menyakitkan lagi ketika mengingat seseorang yang pergi tanpa kesepakatan yang menenangkan. Bagaimana cara menerima semua yang menyesakkan dada.


Sudah larut malam, aku tidak ingin semakin melarut dalam perasaan yang salah ini, bertahun-tahun pula. Hingga berantakan. Aku ingin dirimu mendapat segala sesuatu yang terbaik di belahan Bumi Allah manapun. Biarlah. Biarlah waktu yang mengobati semuanya.. Sampai bertemu ditakdir Allah selanjutnya..


Beberapa bulan ke depan akan lebih sering hujan, jangan lupa cucianmu di jemuran depan. Aku tau, dirimu adalah species yang ingin sekali menjadi pengendali cuaca, terutama saat menjemur pakaian. Berdo'alah yang banyak ketika hujan. Mungkin untuk dia, siapa tau dia yang kamu rindukan akan turun kembali.


Aku,
Virda Asy-Syifa'

Sabtu, 02 September 2017

Terganggu Rindu

Surabaya, 2 September 2017

Kepada
Perindu Senja
di
Bumi Allah


Assalamu'alaikum.. 
Kepada Perindu Senja yang tak pernah ku tau rupa dan warnanya. Kepada species yang (pernah) selalu berhasil membuatku menjadi perempuan perasa. Membuatku (pernah) ketakutan salah baca. 


Hari yang cukup berat. Ya. Berat karena masih banyak tumpukan rindu yang masih belum tau harus bagaimana aku menyembunyikannya. Menyembunyikan degupan jantung yang terus memompa aliran darah lebih cepat dari biasanya karena rindu. Ehm.. 


Senja hari ini cantik. Mentari sempurna menampakkan lingkaran penuh berjingga dengan langit bersemburat violet tipis hampir tak terlihat. Cantik. Ya. Selalu cantik. Hanya saja karena mungkin terlalu sibuk mengenang, aku tak sempat menatapnya. Senja selalu begitu, selalu terburu-buru.



Padahal, aku begitu ingin menatapnya lamat-lamat. 
Padahal, aku begitu ingin menanyakan apa saja yang ingin ku tanyakan. 
Padahal, aku begitu ingin menceritakan apa saja yang ingin ku ceritakan.


Nyatanya, sepotong kalimat sebuah film Surat dari Praha begitu mengendap dalam ingatanku, "Ketika waktu melahirkan rindu, dan kau hanya bisa menunggu.
Tidak ada yang bisa kau lakukan selain memeluknya dalam do'a. Menanti hingga nyali terakhirmu usai atau melepaskannya.."


Mungkin hanya itu yang dapat aku simpulkan. Hari ini, aku mengantuk, tapi tidak bisa tidur. Rindu ini membuatku berhari-hari tidur terlalu larut. Aku harus segera mengakhirinya. Semoga esok lusa akan segera kembali seperti semula. Atau setidaknya tumpukan rindu ini berkurang sedikit. Hanya sedikit saja. Rindu ini sangat menganggu.


Ini kelewatan, aku harus segera mengakhirinya. Ini sudah terlalu larut, waktunya untuk tidur dan melanjutkan siklus kehidupan dengan baik. Aku harus terus belajar menata hati. Aku harus mengendalikan semua rasa yang berlebihan ini.


Selamat malam, Senja. Jangan pernah berhenti menjadi species dengan versi terbaikmu. Semoga Allah selalu merahmatimu dan orang-orang yang melengkapi dongeng milikmu.. 


Aku, 
Virda Asy-Syifa'

Sabtu, 26 Agustus 2017

Pulih

Surabaya, 26 Agustus 2017

Teruntuk
Species Perindu Senja
di
Bumi Allah


Assalamu'alaikum..
Kepada Perindu Senja yang tak pernah ku tau rupa dan warnanya. Kepada species yang (pernah) selalu berhasil membuatku menjadi perempuan perasa. Membuatku (pernah) ketakutan salah baca.

Selamat menatap taburan bintang di sebuah siklus malam di hari Sabtu, Senja. Bagaimana hari-harimu Senja? Terima kasih telah kembali pulih dengan memutuskan untuk menulis lagi.




Dari tulisanmu, aku bisa tau bagaimana hari-hari yang selalu mengabarkan bahwa kamu baik-baik saja. Dari tulisanmu, aku mengerti bahwa kamu telah tidak patah lagi. Itu yang aku inginkan. Dari tulisanmu, aku mengerti betapa kamu begitu menikmati segala siklus yang terus berjalan dalam perjalananmu. Itu yang selalu aku tunggu.


Kamu. Kini sempurna tampak menikmati segala siklus yang terjadi. Inilah yang aku mau. Kamu, yang tidak lagi bertahun-tahun menyimpan rapat remukan perasaan yang menyesakkan dadamu. Bertahun-tahun menunggu kepulangan orang yang sama. Meskipun dia memberikan alasan rinci mengapa dia pergi. Akal sehatmu masih tetap tak mampu menerimanya.


Sungguh beruntung seseorang yang tetap dan akan selalu menetap dalam hatimu. Menjadi dan akan tetap menjadi bagian terpenting dalam semoga-semoga yang selalu terlangitkan dengan indah dan nyaris sempurna.
Beri tahu dirinya, bahwa aku ingin.
Beri tahu dirinya, bahwa aku melangitkan hal yang sama.


Kini, aku tau. Bahwa setiap luka pasti akan kering. Bahwa setiap kecewa pasti akan hilang. Bahwa setiap yang patah pasti akan pulih. Kini aku semakin mengerti mengapa semua hal yang menyesakkan harus cepat atau lambat dilepaskan dan diterima dengan lapang dada. Kini aku mengerti, bahwa apapun pasti akan menemui suatu titik dimana jiwa dan raga menemukan caranya sendiri untuk bahagia (lagi).


Ini sudah larut malam. Ah, aku pun tidak ingin terlalu larut dalam perasaan yang tidak semestinya.

Aku harus segera berhenti. Ya,  berhenti untuk terlalu perasa dan berharap. Apalagi bertahun-tahun.. Menulis semua coretan berantakan, menjadikannya obat untuk merekatkan remukan perasaan yang tersembunyi..


Selamat berproses, Senja. Teruslah berbahagia dengan caramu. Apapun itu, semoga tetap dalam kebaikan yang terus mengalir.


Aku,
Virda Asy-Syifa'

Minggu, 23 Juli 2017

Sepotong Rindu

"Biarlah Allah yang mengatur pertemuannya.." sepotong tulisan oleh Senja sepersepuluh dhasawarsa lalu.
***

Senja, apakah hanya aku yang begitu merindukan pertemuan itu? Apakah hanya aku sendiri? Sendiri? Benar kah Senja?

   Inilah yang aku benci dari pertanyaan-pertanyaan yang aku tanyakan sendiri. Bertanya dengan mencari pembenaran atas rasaku yang tak seharusnya sedalam ini. Mencari jawaban yang seharusnya aku sudah paham betul jawabannya melalui peristiwa-peristiwa hening yang terjadi. Melalui apapun yang seharusnya aku mengerti bahwa bukan aku yang kamu tunggu dari awal. Harusnya aku mengerti, bukan malah menjadi perasa yang terjebak oleh perasaanku yang salah.. 

   Senja, jika esok atau kapanpun akhirnya pertemuan itu benar-benar ada. Aku hanya ingin meminta maaf padamu atas harapan-harapan yang sempat terbangun.

   Tapi, jika esok atau kapanpun aku dan kamu tidak dapat merasakan pertemuan itu. Kamu harus tau bahwa aku pernah memiliki harapan yang berisi 'kamu' dan aku meminta maaf atas itu.

  Terima kasih, sudah pernah bersedia menjadi tim baikku Senja. Menceritakan cerita aneh milikmu yang tak cukup lucu, tapi selalu berhasil membuatku tertawa. Terima kasih telah membuatku mengerti arti sesungguhnya senja itu.

Sepotong Rindu || 21.21 WIB πŸƒπŸƒπŸƒ

Jumat, 12 Mei 2017

Kepada Perindu Senja

Surabaya, 12 Mei 2017
Teruntuk
Spesies Perindu Senja
Di
Bumi Allah


Assalamu'alaikum..
Kepada perindu senja yang tak pernah ku tau rupa dan warnanya. Kepada spesies yang selalu berhasil membuatku menjadi perempuan perasa. Membuatku menjadi ketakutan untuk salah baca..


Hari ini, usiaku tepat 19 tahun. Apakah dirimu mengingat itu? Hari yang selalu kutunggu. Seperti senja-senja yang selalu kau tunggu. Senja yang selalu cantik dan akan tetap menjadi yang tercantik. Apakah aku memang harus mulai menerima semuanya? Apakah kamu sudah tidak lagi menginginkan aku untuk menjadi bagian dari dongeng-dongeng milikmu? Apakah kamu memang sebenci itu denganku? Apakah memang benar-benar pergi? Apakah memang benar-benar harus saling melupakan? Apakah kamu selalu berpikir bahwa aku selalu baik-baik saja tanpamu? Apakah memang kamu tidak akan pernah datang? Sungguh, dadaku nyaris runtuh.


Maafkan aku yang selalu menunggu. Maafkan aku yang perasa. Maafkan aku yang masih belajar membunuh tiap-tiap detak yang masih merindukanmu sebagai bagian yang selalu penting bagiku. Sejak kapan? Sejak aku memutuskan untuk menjadikanmu teman baikku, begitu baik hingga aku tak dapat membalas kebaikanmu. Spesies yang namanya berarti kebaikan. Apakah memang harus benar-benar tidak lagi kesempatan?


Terima kasih atas pertemanan yang panjang. Terima kasih atas waktu yang begitu berarti. Terima kasih atas cerita-cerita aneh milikmu itu, yang selalu berhasil membuatku tertawa meskipun tak cukup lucu. Terima kasih sudah menyampaikan analogi senja yang begitu cantik, yaitu senja mengajarkan kita bahwa Tuhan selalu mengakhiri segalanya dengan indah. Terima kasih sudah menjadi pendengar dan penasehat yang baik. Lantas apakah aku masih memiliki kesempatan untuk bertemu dan mengucapkan terima kasih kepadamu? Apakah benar bahwa senja yang ku tunggu benar-benar tidak akan pernah datang?


Aku merindukanmu berkali-kali, menyemogakan segala hal yang terbaik untukmu. Aku tau, sungguh beruntung seseorang yang tetap dan akan selalu menetap dalam hatimu. Menjadi dan akan tetap menjadi bagian terpenting dalam semoga-semoga yang selalu terlangitkan dengan indah dan nyaris sempurna. Aku tau, betapa pentingnya seseorang itu bagimu. Semoga Allah selalu memberikan segala hal yang terbaik untukmu dan untuknya.


Tau kah kamu, bahwa hari ini usiaku tepat 19 tahun. Apakah masih ada do'a yang terlangitkan untukku darimu? Tak masalah kamu tidak mengucapkan secara langsung padaku, aku hanya ingin menjadi bagian yang kamu langitkan. Jika memang aku telah menjadi bagian itu, semoga Allah membalas kebaikanmu dengan hal yang jauh lebih indah untukmu. Jika memang tidak ada lagi yang kamu langitkan untukku semoga Allah tetap selalu merahmatimu dan orang-orang yang melengkapi dongeng milikmu.
Semoga Allah memberikan segala sesuatu yang terbaik untukmu di belahan Bumi manapun. Aamiin..


Aku,
Virda Asy-Syifa'